Ternyata gak semua ibu tiri itu kejam, malah ada juga ibu tiri yang sengsara akibat ulah anak tirinya padahal anak itu di asuh sejak kecil. Ini adalah kisah nyata yang pernah di ceritain sama temen ku, dan ini di alami oleh sepupu nya, temen ku ini namanya Reta, nah si Reta ini punya nenek angkat dari ibu nya, nenek angkat ini sebenarnya adalah adik dari kakek kandungnya si Reta, anggap saja nama nenek ini adalah Lastri, dan nama ibu nya Reta adalah Widya.
Ibu nya Reta yaitu bu Widya sudah menganggap nenek Lastri ini sebagai orang tua kandungnya, nenek Lastri orangnya baik, dan sabar, nah nenek Lastri ini menikah sama kakek Fuad, tapi sebelum menikah dengan kakek Fuad, nenek Lastri sudah pernah menikah tapi suaminya meninggal. Kakek Fuad ini punya 3 orang anak dari pernikahan terdahulunya, nama anak-anak nya Eka, Dwi dan Tri, Eka ini cewek, Dwi cowok dan Tri cewek. Waktu pak Fuad nikah sama bu Lastri, anak-anak pak Fuad ini masih kecil, Eka masih kls 6 SD, Dwi masih TK, dan Tri masih balita. Dwi ini gak suka banget sama ibu tiri nya, yaitu bu Lastri, Eka juga gak begitu suka sama ibu tirinya, tapi kebencian Eka gak kaya si Dwi yang benci banget sama ibu tirinya.
Suatu waktu, pak Fuad ini pengen buatin rumah untuk bu Lastri, dan di buatlah rumah untuk bu Lastri tidak jauh dari tempat tinggal mereka. Pada saat pembangunan rumah ada aja gangguan dari Dwi, yang air PDAM nya di matiin sama Dwi, sampai bata yang akan di buat pembangunan rumah di hancurin sama Dwi, tapi akhirnya rumah itu selesai juga. Waktu terus berlalu, ketiga anak pak Fuad ini sudah dewasa dan sudah berumah tangga serta mempunyai anak, tapi Dwi masih terkadang masih menunjukkan sikap benci pada ibu tirinya.
Rumah bu Lastri yang di buatkan sama pak Fuad di tinggali oleh Eka dan suaminya serta anak-anak mereka, pada saat itu anak-anak dari Widya, Eka, Dwi dan Tri sangat akrab, tak jarang saat liburan sekolah mereka menghabiskan libur bersama, mereka juga sering main ke tempat rekreasi bersama Eka dan suaminya. Suatu hari pak Fuad jatuh sakit, beliau mengidap penyakit hepatitis B dan akhirnya meninggal, bu Lastri dan anak-anaknya sangat sedih atas kematian pak Fuad. Selang beberapa bulan setelah kematian pak Fuad, anak-anak kandung pak Fuad mulai meributkan pembagian warisan.
Rumah bu Lastri yang di buatkan sama pak Fuad sebenarnya akan di berikan pada Widya, tapi Widya gak mau, dia khawatir kalo nanti ada keributan dengan saudara-saudara tiri nya jika rumah itu menjadi hak nya Widya, padahal sebenarnya saudara tiri Widya gak berhak ribut atas rumah itu, karena rumah itu bukan hak mereka. Kemudian bu Lastri memutuskan menjual rumah itu, keputusan bu Lastri itu membuat anak tirinya agak kesal dan mereka ingin separuh hasil dari penjualan rumah itu di berikan pada mereka, tapi lain halnya sama Widya, dia gak menuntut hak atas penjualan rumah itu, malah Widya habis-habisan bela bu Lastri.
Saat kejadian perebutan warisan yang sebenarnya bukan hak dari anak kandung pak Fuad sifat jahat Dwi muncul lagi, dia berusaha menyembunyikan sertifikat rumah tersebut, sertifikat akan di berikan oleh Dwi jika bu Lastri setuju jika Dwi mendapatkan bagian yang lebih besar, kemudian bu Lastri mengalah. Akhirnya rumah itu terjual dengan harga yang lumayan tinggi untuk ukuran rumah di gang yg rada sempit dikit, dari penjualan rumah itu bu Lastri hanya mendapatkan setengahnya dan itu juga harus di potong uang keamanan, listrik dan uang untuk makelar, jadi total bu Lastri hanya mendapat bagian seperempat dari penjualan rumah nya, padahal harusnya bu Lastri mendapatkan penuh, uang hasil penjualan rumah sama bu Lastri di berikan pada Widya, yaitu ibu nya Reta.
Dengan kejadian perebutan warisan itu hubungan anak-anak dari Widya, Eka, Dwi dan Tri yang semula akrab sekali jadi renggang, bahkan saat bertemu mereka jadi canggung dan jarang ngobrol. Orang yang berbuat jahat akan menerima pembalasannya, begitupun juga dengan Eka dan Dwi, kalo Tri sejak awal dia gak ikut-ikut masalah warisan, dia masih bersikap baik pada ibu tiri nya yaitu bu Lastri. Kehidupan rumah tangga Eka yang dulu nya tentram pelan-pelan mulai berubah, salah satu anak Eka minggat dari rumah, anak-anak Dwi juga jadi nakal, terutama anak pertama Dwi yang dulu nya anak baik kemudian berubah menjadi nakal, suka mabuk.
Bu Lastri yang dulu nya tinggal sama Eka akhirnya tinggal sama Widya, dia membawa bu Lastri tinggal di Magelang bersama suami dan anak nya, selang beberapa tahun kepindahan bu Lastri ke Magelang, Eka mulai sadar jika dia sudah berbuat jahat pada ibu tiri yang sudah membesarkan dia, menyayangi dia seperti anaknya sendiri, pada saat Eka akan mengadakan pesta perkawinan untuk anak pertamanya, dia mengunjungi bu Lastri di Magelang, dia minta maaf pada bu Lastri dan juga Widya serta minta doa restu karena dia akan punya gawe mantu, akhirnya hubungan Eka dan bu Lastri berangsur-angsur membaik, Eka sering mengunjungi bu Lastri ke Magelang, Tri juga sering mampir ke Magelang menengok ibu tiri nya itu, tapi tidak dengan Dwi, dia seolah tak mau tau bagaimana kehidupan ibu tiri nya itu, bahkan dia juga berkata jika dia gak akan pernah mau melihat ibu tirinya itu.
Bu Lastri sangat sedih dengan sikap Dwi, anak yang dia besarkan, dia rawat sampai dewasa gak punya rasa terima kasih sama sekali, saat bu Lastri meninggal pun Dwi sama skali tidak melayat, mengucapkan bela sungkawa lewat telp aja enggak, apa lagi rela datang melayat. Entah apa yang ada di pikiran Dwi sehingga dia begitu jahat pada ibu tiri yang sudah membesarkan dan menyayangi dia sejak di kecil.